Sejarah

SEJARAH SINGKAT TELUK PAKEDAI
(Sejarah dilaksakannya Ritual upacara adat Makan Sepulung dan Tolak Bala)
Ditulis Oleh : Muhaimin Fajari bin Achmad Bakri



 KATA PENGANTAR

                Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi tidak sedikit sekali kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat membuat sebuah buku kecil tentang sejarah atau dilaksanakannya ritual acara Makan Sepulung dan Tolak Bala di Teluk Pakedai.

                Dalam penyusunan ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai sumber yang dipercaya, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya Almarhum Ayah saya (Achmad Bakri bin Betak) yang telah memberikan dukungan atau meninggalkan tulisan tangan yang telah beliau buat tentang sejarah ini dengan lengkap, sehingga penulis dapat membuat dengan cerita singkat.
                Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis, bila ada kritik dan saran dari pembaca akan kami terima dengan senang hati. Semoga apa yang telah kami terima, mudah-mudahan mendapat imbalan dari Allah SWT dan menjadi amal baik bagi kita semua, Aamiin Yarabbal ‘Aalamiin.


Pontianak, Juli 2015

Penyusun
Muhaimin Fadzari



PEMERINATAHAN KERAJAAN KUBU
Teluk pakedai di zaman penjajahan belanda merupakan bagian dari kewilayaan kerajaan Kubu yang dibuka pada tahun 1768 M, di bawah pimpinan Syaid Idrus Al Idrus bin Tuan Said Abdurrahman, adapun kekuasaannya meliputi negeri Terentang, Kubu dan Muara Ambawang (Teluk Pakedai) kemudian diteruskan Syaid Muhammad pada tahun 1823 M, Syaid Hasan pada tahun 1868 M dan terakhir Syaid Abbas pada tahun 1900 M.

Adapun muara Ambawang (Teluk Pakedai) sebagian perwakilan cabang kerajaan tersebut dipimpin Tuan Kubu Syarif Saleh sampai dengan tahun 1942 M berlokasi di Parit Sedepung yang bermuara ke sungai Encek Kedai.

KEPENDUDUKAN
Penduduk Teluk Pakedai mayoritas suku Bugis yang asal pendatang dari Makasar untuk membuka kehidupan dan menetap untuk membuka lahan perkebunan dan perladangan.
Adapun tempat mereka membuat lokasi tersebut bermula dari muara sungai Ncek Kedai, karena sukarnya menyebut Muara Ambawang, penduduk tersebut menyebutnya dengan Kuala Ambawang atau Kulambawang.

PEMERINTAHAN RI
Pada permulaan Proklamasi kemerdekaan RI yang pertama pada tanggal 17 Agustus 1945, di Kecamatan Teluk Pakedai yang terletak di Desa Teluk Pakedai Hulu dan merupakan lembaran pemerintahan baru untuk Kecamatan Teluk Pakedai yang dijabat oleh Camat Gusti Tabura pada tahun 1945 hingga 1947.

ADAT ISTIADAT
Pada zaman itu, Kubu terjadi perubahan, dimana pada saat itu di wilayah Kubu itu sendiri dalam keadaan kacau balau, hampir setiap malam penduduk diresahkan oleh adanya gerombolan perampok, keadaan penduduk semakin tidak aman karena ulah perampok yang tidak hanya mengambil harta tetapi jugu mereka tidak segan untuk memperkosa anak, istri bahkan menghabisi nyawa penduduk setempat.

Bersamaan dengan situasi dan kondisi tersebut, kerajaan Kubu yang semakin hari memburuk ini, tersebarlah berita bahwa ada sebuah perahu yang terdampar di sebuah pulau disebelah utara Kubu, pulau ini bernama pulau Padang Tikar, Oleh raja Kubu memerintahkan dan mengutus beberapa orang dari golongan kerajaan untuk pergi menyelidiki secara pasti akan kebenaran berita ini.

Setelah para utusan tersebut tiba, apa yang diberitakan itu benar, dan ternyata pula perahu tersebut adalah sebuah perahu berasal dari negeri Sulawesi yang berawak 4 orang yang kesemuanya bersuku Bugis. Dalam waktu singkat terjadilah percakapan diantara mereka yang masing masing awak perahu dengan utusan kerajaan saling memberi informasi tentang asal usul diri pribadi mereka.

Singkat cerita keempat sahabat itu menemui sang raja dan tak lama berpamitan demi meluruskan niatnya untuk membuka suatu perkampungan. Perjalanan yang menggunakan perahu, mereka menelusuri sungai sepanjang mereka dayung, dan sampailah pada suatu tempat yang malamnya salah satu mereka bermimpi bertemu dengan seorang makhluk ghaib yang sangat besar dan aneh.

Sertelah beberapa saat dan selalu ditemui makhluk aneh tersebut, salah satu sahabat mengungkapkan keinginannya untuk mendirikan perkampungan di daerah tersebut dan merekapun bertanya kepada makhluk aneh itu tentang persyaratannya. “Dengarlah…. demikian ucapan makhluk aneh itu, kalian ku izinkan atas restu Tuhan yang maha kuasa untuk membuka perkampungan disini, namun sebelum kuutarakan persyaratannya, perlu kau ketahui bahwa aku mempunyai kawanan yang sangat banyak, sebagian berasal dari tanah Bugis (makasar) dan sebagian lagi berasal dari Gunung Ambawang, Kemudian kau bermaksud akan membuka perkampungan untuk kau jadikan sebagai tempat menetap serta membuka perladangan dan perkebunan, oleh karena itu syarat-syarat yang harus kau penuhi adalah :

  1. Hutan-hutan ini baru boleh kau tebangi pada hari Ahad bulan depan setelah Sholat Shubuh.
  2. Sebelum menebang, buangkanlah rokok sirih, telur dan pinang kedalam sungai, lalu hamburkan beras kuning dan berteh.
  3. Kau harus menepati yang telah kita janjikan setiap tahun dua kali yaitu satu kali di darat saat kau akan memulai menyemai padi, dan potonglah seekor hewan yaitu kambing dan seekor ayam kemudian makanlah bersama kaummu serta penduduk kampungmu. Kemudian sekali lagi di laut setelah panen, bawalah hasil panenmu ke laut dan mohonlah bersama kaummu serta penduduk kampungmu.
  4. Kemudian sebelum kau dan kerabatmu serta penduduk kampungmu menyantap makanan tersebut, dahuluilah membaca do’a selamat dan tolak bala di tanah pekarangan, dan do’a arwah nenek moyangmu setelah di rumah.
  5. Demikian pula di laut, sebelum kau berangkat dari rumah berdo’alah dulu dengan membaca do’a tolak bala. Sebelum makan kumpulkan sekalian orang yang hadir, setelah berkumpul bacalah do’a selamat.
  6. Sekembalinya dari laut, bacalah do’a selamat sekali lagi untuk sepiring nasi kuning dan telur, dan sepiring lagi do’a arwah untuk nenek moyangmu.

Setelah semua persyaratan selesai di utarakan makhluk aneh itu, dia berpaling dan bertanya kepada salah satu sahabat tersebut, Bagaimana Tuan…?, Apakah persyaratan tersebut dapat kau penuhi..??

Sejenak beliau berfkir sembari menoleh kearah ketiga sahabatnya yang saling memandang dan dengan anggukan kepala seraya berkata “Sanggupilah tuan”.

Mereka berempat kembali memandang kearah makhluk aneh tersebut seraya berkata “Insya Allah, semua persyaratan tersebut akan kami penuhi”. Kedua makhluk yang berbeda asal usul ini bersalaman pertanda persahabatan terjalin. Begitu tangan di lepas, makhluk aneh itupun lenyap dari pandangan mereka seiring dengan terbenamnya matahari di kaki langit sebelah barat.

Memasuki bulan Puasa yang bertepatan hari Minggu, selesai sholat subuh cuaca yang sangat mendukung dan anginpun bertiup perlahan di sambut kicauan burung yang mengiringi pagi yang cerah segala sesuatu sudah di persiapkan dan pekerjaanpun segera dimulai. Salah satu dari mereka yang dipercayakan membuang rokok sirih, pinang dan telur ke dalam sungai lalu menghamburkan beras kuning bercapur berteh dan kemudian mereka bersama-sama naik kedaratan menuju hutan yang akan di garap.
Setibanya di tempat yang dituju tak lupa mereka memohon kehadirah Allah SWT agar diberi petunjuk, kekuatan, ketabahan dalam melaksanakan tugas sucinya dalam rangka mewujudkan cita-cita dan harapannya. Kemudian mereka memulailah mengayunkan beliungnya (kampak besar) kesebatang pohon yang sangat besar dan rindang.

Seharian mereka bekerja keras hanya beristirahat sejenak untuk mengerjakan Ibadah sholat, dan menjelang Maghrib mereka berhenti, demikian keempat orang tersebut bekerja berbulan-bulan hingga tiba saat mereka akan memulai menyemai padi.

Tepat pada hari yang di tentukan yaitu hari Ahad minggu pertama bulan Muharam, upacara dimulai, mereka berkumpul bersama tamu-tamunya yang telah diundang, baginda raja yang saat itu masih di pangku oleh Syaid Hasan, ditempatkan di sebuah rumah yang cukup sederhana, beliau duduk di atas kursi sambil menyaksikan jalannya upacara.

Kambing disembelih, ayampun tak terkecuali turut menjadi korban, terus kemudian daging kambing tersebut di serahkan kepada kaum ibu. Hari itu betul-betul penuh kesibukan. Para kaum ibu sibuk memasak berbagai macam makanan, sebagaian kaum laki-laki ada yang memasak nasi, ada yang mengambil air, mengumpulkan kayu bakar dan lain-lain.

Kemudian dari pada itu, salah seorang tokoh agama juga memohon kepada baginda raja untuk menanggapi usul mereka tentang mimpi dan persyaratan untuk membuka suatu perkampungan di tempat ini. Baginda pun mempersilahkan, dan orang tersebut berkata “ Hamba hanya sekedar menyambung sabda baginda tuanku, jika hal tersebut memang merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi, menurut hamba tidak ada salahnya sepanjang tidak bertentangan dengan segala peraturan yang ada di kerajaan ini. Akhirnya kesepakatan diperoleh dan keputusan diberlakukan.

Demikianlah pada hari itu merupakan hari pertama diadakan upacara permulaan penyemaian bibit padi yang diselenggarakan dengan cukup meriah di bawah pengawasan para keempat sahabat tersebut, disitu pulalah para tokoh masyarakat dan bergantian anak-anak muda/dewan maju ketengah gelanggang untuk bermain “MASSEMPEK” yang artinya bersepak yang dilakukan dua kali ganti tempat (dua rode) yang merupakan salah satu permainan adat saat itu, (suatu simbol untuk menggemburkan tanah untuk menanam padi)

Pada pukul 11 upacara Massempek ditutup yang selanjutnya mempersiapkan hidangan makan yang telah di tata di tengah halaman tempat penyembeliahan kambing dan messempek tersebut dimulai. Selesai hidangan di tata sedemikian rupa, salah seorang membacakan doa selamat tolak bala, doa ini bertujuan untuk memohon kepada Allah SWT agar diberikan keselamatan kepada sekalian hambanya, khususnya kepada keempat sahabat ini dalam melaksanakan segala pekerjaan serta dijauhkan dari bala bencana.

Selesai doa dibacakan, yang hadir berebutan untuk mengambil maknanan terutama panggang ayam, hal ini memang di anjurkan oleh salah satu dari keempat sahabat tersebut selaku pemimpin pembukaan perkampungan ini. Oleh keempat sahabat ini, atas keputusan sang ketua (salah satu dari mereka) bahwa acara yang diadakan itu dinamakan MAKAN SEPULUNG yang artinya berkumpul sekalian anak cucunya untuk mengadakan makan bersama sebagai tanda permulaan penurunan benih padi.

Demikian juga setelah bercocok tanam, penduduk kampung melaksanakan selamatan. Seperti yang telah disepakati, selamatan ini dilakukan di laut dan seluruh penduduk kampung berduyung-duyung menuju ke laut (saat ini ; Kuala Sungai Pulau) dan mereka berkumpul untuk memanjatkan doa dan terima kasih kepada sang pencipta atas segala hasil pertanian dan perkebunan yang diberikan. Ini juga salah satu syarat dari makhluk aneh itu kepada keempat sahabat yang dinamakan TOLAK BALA.

Sampailah pada saat ini kedua acara tersebut selalu dilaksanakan yang melibatkan orang kampung terutama keturunan dari keempat sahabat tersebut untuk melakukan acara atau ritual adat kampung yang diklaksanakan di kediaman Bapak Djafar bin Terek, Jl. Parit Sedepung  RT01/RW05 Dusun Timur Jaya Desa Teluk Pakdeai Hulu Kec. Teluk Pakedai.
Dari cerita berbagai sumber (sesepuh, orang tua) yang mengetahui keempat sahabat tersebut,salah seorang di antara mereka bernama Daeng Tippung, Daeng Tippung atau yang lebih dikenal dengan Puang Lateppang inilah yang memberi keturunan-keturunan di Teluk Pakedai sampai saat ini, dan satu diantara mereka berempat dinyatkan Lenyap atau Hilang setelah beberapa lama tinggal dan menetap di Teluk Pakedai, sedangkan dua diantaranya pulang ke kampung halaman mereka yaitu di Sulawesi.

Puang Lateppang sendiri menurut sejarah yang diperoleh, beliau mempunyai anak yang bernama Puang Suro kemudian memberi keturunan lagi bernama Marellang Paik dan selanjutnya, Marellang Paik ini memberi keturunan yang bernama Parukke’, Kerame’, Seke’, Maleppe, Page’ dan Labbase’ dan keturunan seterusnya sampailah kepada penulis.
Dari Silsilah Keturunan tersebut penulis mendapat berbagai sumber yang dipercaya, sehingga penulis mengembangkan lagi keturunan atau silsilah dalam bentuk LONTAR yang telah dibuat oleh penulis.


---- selesai ----